Selasa, 01 September 2015

Makalah "pembangkit listrik tenaga ombak" 01

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA OMBAK

1.      Latar Belakang

Krisis energi telah diprediksikan akan melanda dunia pada tahun 2015. Hal ini dikarenakan semakin langkanya minyak bumi dan semakin meningkatnya permintaan energi. Untuk itu diperlukan sebuah terobosan untuk memanfaatkan energi lain, selain energi yang tidak terbarukan. Karena kalau kita tergantung pada energi tidak terbarukan, maka di masa depan kita juga akan kesulitan untuk memanfaatkan energi ini karena keterbatasan populasi dari energi tersebut.

Untuk itu kita akan mencoba menggali informasi tentang tenaga ombak yang sebenarnya sudah dimanfaatkan oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Pemerintah Norwegia sejak tahun 1987, terlihat bahwa banyak daerah-daerah pantai yang berpotensi sebagai pembangkit listrik bertenaga ombak. Ombak di sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa, di atas Kepala Burung Irian Jaya, dan sebelah barat Pulau Sumatera sangat sesuai untuk menyuplai energi listrik. Kondisi ombak seperti itu tentu sangat menguntungkan, sebab tinggi ombak yang bisa dianggap potensial untuk membangkitkan energi listrik adalah sekitar 1,5 hingga 2 meter, dan gelombang ini tidak pecah hingga sampai di pantai.

Potensi tingkat teknologi saat ini diperkirakan bisa mengonversi per meter panjang pantai menjadi daya listrik sebesar 20-35 kW (panjang pantai Indonesia sekitar 80.000 km, yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau, dan sekitar 9.000 pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau arus listrik nasional, dan penduduknya hidup dari hasil laut). Dengan perkiraan potensi semacam itu, seluruh pantai di Indonesia dapat menghasilkan lebih dari 2~3 Terra Watt Ekuivalensi listrik, bahkan tidak lebih dari 1% panjang pantai Indonesia (~800 km) dapat memasok minimal ~16 GW atau sama dengan pasokan seluruh listrik di Indonesia tahun ini.

2.      Perumusan Masalah

Berdasarkan analisis situasi yang di jelaskan sebelumnya dapat di ketahui bahwa masalah yang dihadapi oleh dunia sekarang ini adalah semakin langkanya minyak bumi dan semakin meningkatnya permintaan energi.

Dengan demikian masalah yang akan dibahas dan dipecahkan melalui pembuatan paper ini antara lain adalah:

a.      Tiga tipe Energi.
b.      PLTO memakai teknologi OWC (Oscillating Wave Column).
c.      Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut.
d.      Setrum dari Tengah Laut.


a.      Tiga tipe Energi

Secara umum, potensi energi gelombang laut dapat menghasilkan listrik dapat dibagi menjadi tiga tipe potensi energi yaitu energi pasang surut (tidal power), energi gelombang laut (wave energy), dan energi panas laut (ocean thermal energy).

1.    Energi pasang surut merupakan energi yang dihasilkan dari pergerakan air     laut akibat perbedaan pasang surut.
2.    Energi gelombang laut adalah energi yang dihasilkan dari per­gerakan gelombang laut menuju daratan dan sebaliknya.
3.    Energi pa­nas laut memanfaatkan per­be­daan temperatur air laut di permukaan dan di kedalaman.

Indonesia belum pemanfaatan energi gelombang laut sebagai sumber listrik. Memang Indonesia dengan wilayahnya yang luas, memiliki potensi mengembangkan PLTGL. Namun untuk merealisasikan hal tersebut perlu di­la­­kukan penelitian lebih mendalam. Te­tapi secara sederhana dapat dilihat bah­wa probabilitas menemukan dan memanfaatkan potensi energi ge­lombang laut dan energi panas laut lebih besar dari energi pasang surut.

Pada dasarnya pergerakan laut yang menghasilkan gelombang laut terjadi akibat dorongan pergerakan angin. Angin timbul akibat perbedaan tekanan pada 2 titik yang diakibatkan oleh respons pemanasan udara oleh matahari yang berbeda di kedua titik tersebut. Dengan sifat tersebut, energi gelombang laut dapat dikategorikan sebagai energi terbarukan.

Gelombang laut secara ideal dapat dipandang berbentuk gelombang yang memiliki ketinggian puncak maksimum dan lembah minimum. Pada selang waktu tertentu, ketinggian puncak yang dicapai serangkaian gelombang laut berbeda-beda. Ketinggian puncak ini berbeda-beda untuk lokasi yang sama jika diukur pada hari yang berbeda. Meskipun demikian, secara statistik dapat ditentukan ketinggian signifikan gelombang laut pada satu titik lokasi tertentu.

Ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang fetch pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal pembangkitannya. Fetch ini dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Semakin panjang jarak fetch-nya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar. Angin juga memunyai pengaruh yang penting pada ketinggian gelombang. Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih besar.

Gelombang yang menjalar dari laut dalam (deep water) menuju ke pan­tai akan mengalami perubahan bentuk disebabkan adanya perubahan ke­dalaman laut. Apabila gelombang bergerak mendekati pantai, per­gerakan gelombang di bagian bawah yang berbatasan dengan dasar laut akan melambat. Ini adalah akibat dari gesekan antara air dan dasar pantai. Sementara itu, bagian atas gelombang di permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju ke pan­tai, puncak gelombang akan semakin tajam dan lembahnya akan se­makin datar. Fenomena ini yang menyebabkan gelombang tersebut kemudian pecah.

Bila waktu yang diperlukan untuk terjadi sebuah gelombang laut dihitung dari data jumlah gelombang laut yang teramati pada sebuah selang ter­ten­tu, dapat diketahui potensi energi gelombang laut di titik lokasi tersebut. Potensi energi gelombang laut pada satu titik pengamatan dalam satuan kWh per meter berbanding lurus dengan setengah dari kuadrat ketinggian signifikan dikali waktu yang diperlukan untuk terjadi sebuah gelombang laut.

Berdasarkan perhitungan ini dapat diprediksikan berbagai potensi energi dari gelombang laut di berbagai tempat di dunia. Dari data tersebut, diketahui bahwa pantai barat Pulau Sumatera bagian selatan dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat berpotensi memiliki energi gelombang laut sekitar 40 kw/m.

Pada dasarnya prinsip kerja teknologi yang mengkonversi energi gelombang laut menjadi energi listrik adalah mengakumulasi energi gelombang laut untuk memutar turbin generator. Karena itu, sangat penting memilih lokasi yang secara topografi memungkinkan akumulasi energi. Meskipun penelitian untuk mendapatkan teknologi yang optimal dalam mengonversi energi gelombang laut masih terus dilakukan.

Alternatif teknologi yang diperidiksi­kan tepat dikembangkan di pesisir pan­tai selatan Pulau Jawa adalah tek­no­logi Tapered Channel (Tapchan). Prinsip teknologi ini cukup sederhana, gelombang laut yang datang disalurkan memasuki sebuah saluran runcing yang berujung pada sebuah bak penampung yang diletakkan pada sebuah ketinggian tertentu.

Air laut yang berada dalam bak penam­pung dikembalikan ke laut melalui saluran yang terhubung dengan turbin generator penghasil energi listrik. Adanya bak penampung memungkinkan aliran air penggerak turbin dapat beroperasi terus menerus dengan kondisi gelombang laut yang berubah-ubah. Teknologi ini tetap memerlukan bantuan mekanisme pasang surut dan pilihan topografi garis pantai yang tepat. Teknologi ini telah dikembangkan sejak l985.

Alternatif teknologi pembangkit tenaga gelombang laut yang lebih banyak dikembangkan adalah teknik osilasi kolom air (oscillating water column). Proses pembangkitan tenaga listrik dengan teknologi ini melalui 2 tahapan proses. Gelombang laut yang datang menekan udara pada kolom air yang diteruskan ke kolom atau ruang tertutup yang terhubung dengan turbin generator. Tekanan tersebut menggerakkan turbin generator pembangkit listrik. Sebaliknya, gelombang laut yang meninggalkan kolom air diikuti oleh gerakan udara dalam ruang tertutup yang menggerakkan turbin generator pembangkit listrik.

Variasi prinsip teknologi ini dikembangkan di Jepang dengan nama might whale technology. Di Skotlandia, Inggris Raya, telah dibangun pembangkit tenaga gelombang laut yang menggunakan teknologi ini. Pembangkit yang selesai dibangun pada 2000 ini dilengkapai listrik sampai 500 kW. Selain itu, di Denmark dikembangkan pula teknologi pembangkit tenaga gelombang laut yang disebut wave dragon, prinsip kerjanya mirip dengan tapered channel. Perbedaannya pada wave dragon, saluran air dan turbin generator diletakkan di tengah bak penampung sehingga memungkinkan pembangkit dipasang tidak di pantai.

Pembangkit-pembangkit tersebut kemudian dihubungkan dengan jaringan transmisi bawah laut ke konsumen. Hal ini menyebabkan biaya instansi dan perawatan pembangkit ini mahal. Meskipun demikian pembangkit ini tidak menyebabkan polusi dan tidak memerlukan biaya bahan bakar karena sumber penggeraknya energi alam yang bersifat terbarukan.

b.      PLTO memakai teknologi OWC (Oscillating Wave Column).

Untuk sistem mekanik PLTO dikenal memakai teknologi OWC (Oscillating Wave Column). Untuk OWC ini ada dua macam, yaitu OWC tidak terapung dan OWC terapung.

Untuk OWC tidak terapung prinsip kerjanya sebagai berikut. Instalasi OWC tidak terapung terdiri dari tiga bangunan utama, yakni saluran masukan air, reservoir (penampungan), dan pembangkit. Dari ketiga bangunan tersebut, unsur yang terpenting adalah pada tahap pemodifikasian bangunan saluran masukan air yang tampak berbentuk U, sebab ia bertujuan untuk menaikkan air laut ke reservoir.

Bangunan untuk memasukkan air laut ini terdiri dari dua unit, kolektor dan konverter. Kolektor berfungsi menangkap ombak, menahan energinya semaksimum mungkin, lalu memusatkan gelombang tersebut ke konverter. Konverter yang didesain berbentuk saluran yang runcing di salah satu ujungnya ini selanjutnya akan meneruskan air laut tersebut naik menuju reservoir. Karena bentuknya yang spesifik ini, saluran tersebut dinamakan tapchan (tappered channel).

Setelah air tertampung pada reservoir, proses pembangkitan listrik tidak berbeda dengan mekanisme kerja yang ada pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Air yang sudah terkumpul itu diterjunkan ke sisi bangunan yang lain. Energi potensial inilah yang berfungsi menggerakkan atau memutar turbin pembangkit listrik. OWC ini dapat diletakkan di sekitar ~50 m dari garis pantai pada kedalaman sekitar ~15 m.

Selain OWC tidak terapung, kita juga mengenal OWC tidak terapung lain seperti OWC tidak terapung saat air pasang. OWC ini bekerja pada saat air pasang saja, tapi OWC ini lebih kecil. Hasil survei hidrooseanografi di wilayah perairan Parang Racuk menunjukkan bahwa sistem akan dapat membangkitkan daya listrik optimal jika ditempatkan sebelum gelombang pecah atau pada kedalam 4-11 meter. Pada kondisi ini akan dapat dicapai putaran turbin antara 3000-700 rpm. Posisi prototip II OWC (Oscillating Wave Column) masih belum mencapai lokasi minimal yang disyaratkan, karena kesulitan pelaksanaan operasional alat mekanis. Posisi ideal akan dicapai melalui pembangunan prototip III yang berupa sistem OWC apung.

Untuk OWC terapung, prinsip kerjanya sama seperti OWC tidak terapung, hanya saja peletakannya yang berbeda.

Energi tidal juga merupakan salah satu macam dari energi ombak. Kelemahan energi ini diantaranya adalah membutuhkan alat konversi yang handal yang mampu bertahan dengan kondisi lingkungan laut yang keras yang disebabkan antara lain oleh tingginya tingkat korosi dan kuatnya arus laut.

Saat ini baru beberapa negara yang yang sudah melakukan penelitian secara serius dalam bidang energi tidal, diantaranya Inggris dan Norwegia. Di Norwegia, pengembangan energi ini dimotori oleh Statkraft, perusahaan pembangkit listrik terbesar di negara tersebut. Statkraft bahkan memperkirakan energi tidal akan menjadi sumber energi terbarukan yang siap masuk tahap komersial berikutnya di Norwegia setelah energi hidro dan angin. Keterlibatan perusahaan listrik besar seperti Statkraft mengindikasikan bahwa energi tidal memang layak diperhitungkan baik secara teknologi maupun ekonomis sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan energi dalam waktu dekat.

c.       Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut

Pembangkit listrik tenaga gelombang telah dikembangkan di Jerman. Per­usaha­an Energie Baden-Wuttemberg Ag (EnBW) bekerja sama dengan Vorth Siemen Hydro Power Generation GmbH & Co. Bermula dari EnBW melihat potensi untuk pembangkit gelombang di pantai Laut Utara. Akhirnya pemerintah Jerman merancang pilot project pembangkit listrik tenaga gelombang.

Pembangkit listrik tenaga gelombang laut (PLTGL) yang telah berjalan adalah PLTGL Limpet dikelola oleh Wavegen, anak perusahaan Vorth Siemen yang berbasis di Inggris. PLTGL Limpet mampu memproduksi listrik 500 kwh. Pembangkit tersebut menggunakan teknologi Oscillating Water Column (OWC) yang mengubah energi gelombang menjadi udara pendorong untuk menggerakan turbin.
Sementara itu, PLTGL yang di Jerman akan memiliki kapasitas 250 kWh. Dengan kapasitas tersebut, PLTGL tersebut dapat mengaliri listrik ke 120 rumah. Pemerintah Jerman berharap pembangunan PLTG tersebut tidak mengganggu lingkungan sekitar pantai. Oleh karena itu, EnBW menjalin kerja sama dengan proyek konservasi pantai agar pembanguan PLTGL tidak merusak keindahan alam daerah sepanjang pantai.

Pembangkit listrik gelombang laut komersial juga dikembangkan di ‘Negeri Kanguru’. Pusat PLTGL itu terletak di lepas pantai Australia. Pembangkit dengan terobosan teknologi yang masih langka itu telah memasok kebutuhan listrik sekitar 500 rumah yang berada di daerah Selatan Sydney, Australia. Listrik baru bisa dihasilkan PLTGL jika gelombang laut datang menerpa corong yang menghadap ke lautan. Gerakan tersebut mengalirkan udara melalui dan masuk menggerakan `turbin. Dari putaran turbin tersebut, sebanyak 500 kWh daya listrik dihasilkan setiap hari dan langsung disalurkan ke rumah-rumah.

Pusat PLTGL yang di Australia me­rupakan proyek percontohan. Pemerintah Australia berencana membangun PLTGL yang lebih besar dan menghasilkan listrik lebih kuat di pantai selatan Australia. Dengan pembangunan PLTGL, para ahli teknologi PLGL Australia pun mendapat kebanjiran order untuk membangunan PLTGL di beberapa negara. Hawai, Spanyol, Afrika Selatan, Cile, Meksiko, dan Amerika Serikat juga tertarik.

Perusahaan yang mengelola PLTGL, Energetech mengaku pembangkit yang masih jarang dikembangkan memiliki banyak keuntungan. John Bell, Direktur Keuangan Energetech mengatakan energi gelombang laut merupakan energi yang tidak pernah habis jika dibandingkan sumber energi lainnya. Energi gelombang laut tidak berbeda dengan energi dari matahari dan angin.

Energi gelombang laut adalah sa­tu potensi laut dan samudra yang belum banyak bisa menghasilkan listrik. Negara yang melakukan penelitian dan pengembangan potensi energi samudra untuk menghasilkan listrik adalah Inggris, Australia, Perancis, dan Jepang.

d.      Setrum Dari Tengah Laut

Kapal Kuda Laut yang tengah mengarungi Selat Mentawai dihantam ombak besar. Kapal terguncang-guncang, penumpang panik. Bagi Zamrisyaf, salah satu penumpang kapal yang hendak ke Padang, peristiwa itu justru melahirkan ide brilian. Ia berpikir: bisakah gelombang sebesar itu menghasilkan energi listrik?  

Ide tersebut lama mengendap di benaknya. Hingga suatu hari anggota staf perencanaan Perusahaan Listrik Negara Wilayah Sumatera Barat itu ditugasi ke Jakarta. Dalam perjalanan, lagi-lagi kapal laut yang ditumpanginya dihantam badai besar. Keesokan paginya, seorang kawan bercerita bahwa badai besar membuat lonceng di depan kapal tak henti berdentang. Ide lama yang mengendap pun terkuak. Zamrisyaf terinspirasi goyangan bandul lonceng kapal.  

"Bandul bergerak karena besarnya gelombang laut," kata Zamrisyaf. Ia lantas mewujudkan khayalannya dalam sebuah konsep. Ia memberi rancangannya nama: Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistem Bandulan. Karyanya ini diakui sebagai sebuah inovasi baru dan telah dipatenkan pada 2002. Dalam daftar 100 Inovasi Indonesia 2008 yang dilansir Kementerian Riset dan Teknologi, namanya tertera di sana. Dua bulan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengundang dia ke Istana karena temuannya itu.  

Pembangkit Sistem Bandulan, yang rancang bangunnya berbentuk ponton, ditempatkan mengapung di atas permukaan air laut. Pembangkit ini mengikuti gerak atau arus gelombang sesuai dengan frekuensi gelombang laut. Gerakan bandul yang terus-menerus menyebabkan pembangkit mampu mengeluarkan energi atau daya listrik. Menurut Electric Power Research Institute, organisasi nonprofit yang mengkhususkan diri pada penelitian dan pengembangan tenaga listrik, daerah pesisir pantai selatan Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara memiliki potensi energi gelombang laut cukup besar. Sejauh ini, kawasan tersebut tercatat memiliki potensi energi 10-20 kilowatt per meter gelombang. Bahkan pernah tercatat di beberapa tempat mencapai 70 kilowatt per meter.

Dalam perhitungan Zamrisyaf, untuk area lautan dengan luas kurang-lebih satu kilometer persegi, energi gelombang laut dapat menghasilkan daya listrik sekitar 20 megawatt dengan biaya investasi Rp 20 juta per kilowatt atau total Rp 400 miliar. Jumlah tersebut sama dengan kekurangan daya listrik di Sumatera Barat saat ini. Nilai investasi pembangkit ini hampir sama dengan membangun sebuah pembangkit listrik tenaga air atau uap. "Bahkan lebih mahal dibanding diesel. Tapi, setelah beroperasi, akan jauh lebih murah karena tenaga yang digunakan gratis," ucap Zamrisyaf.  

Pembangkit sengaja didesain berbentuk ponton untuk menahan derasnya gelombang laut. Di dalam ponton tersebut terdapat sejumlah peralatan utama, seperti bandul, pemindah gerak bandul menjadi gerak putar, transmisi putaran, roda gila (flywheel), dan dinamo.  

Bandul dalam pembangkit ini mengubah energi potensial berupa gelombang laut menjadi energi kinetik. Bandul yang dipasang sedemikian rupa di dalam ponton akan bergerak (bergoyang) jika ponton bergerak sesuai dengan alur gelombang. Untuk mendapatkan daya atau energi listrik, diperlukan gerak rotasi. Gunanya memutar dinamo. Dengan jumlah putaran per menit tertentu, gerak rotasi dapat menghasilkan energi listrik dari dinamo. Dengan pembangkit ini, Zamrisyaf yakin bisa membantu pemerintah mengatasi krisis energi. Selain praktis, ramah lingkungan, dan efisien, pembangkit gelombang laut sangat cocok untuk wilayah kepulauan seperti Indonesia. Sebelum temuannya diakui sebagai inovasi baru tahun ini, Zamrisyaf sudah enam kali melakukan uji coba sejak 2002. Saat itu alat yang digunakan masih sederhana. Ia merangkai enam drum menjadi ponton sebagai alas. Alat ini dilengkapi bandul dan pelat becak, tapi belum dipasangi dinamo. Sayang, hasilnya kurang memuaskan. Salah satu lengan bandul rusak.  

Tak patah arang, setahun kemudian Zamrisyaf memperbaiki temuannya. Kali ini peralatan yang digunakan bergerak dengan bagus. Roda gila, bandul, dan pelat becak berputar. Agar temuannya lebih sempurna, ia tiga kali mengulang eksperimen tersebut. Ia menghabiskan dana hingga Rp 40 juta. "Dari uang pribadi karena tak ada yang mau mendanai kalau belum melihat hasilnya," ujar Zamrisyaf.  

Beruntung, tahun lalu PLN Wilayah Sumatera Barat, tempat ia bekerja, mau membantu. Kali ini uji coba dilakukan di Pantai Ulak Karang, Padang. Dalam percobaan ini, dinamo sudah terpasang sehingga mulai menghasilkan listrik. "Lampunya bisa nyala dan berkedip. Kadang terang, kadang redup. Itu menandakan energi gelombang ini sudah bisa menghasilkan listrik," ucap Zamrisyaf bangga.

Namun bantuan PLN tak berlanjut. Menurut General Manager PT PLN Wilayah Sumatera Barat Hudiono, instansinya saat ini tak memiliki pos pengeluaran untuk mendanai temuan itu. PLN hanya berfokus melayani pelanggan dengan baik. "Kalau listrik tidak menyala karena uangnya kita pakai untuk penelitian, bagaimana?" ucap Hudiono.  Meski begitu, Hudiono mengaku sudah berusaha membantu dengan menyampaikan masalah tersebut ke PLN pusat. "Kata pusat, oke, kita upayakan untuk mencari anggaran. Tapi PLN itu menerima uang dari pelanggan yang jumlahnya lebih kecil daripada biaya yang diperlukan untuk memproduksi listrik," katanya. Untuk skala lebih besar, Zamrisyaf membayangkan dalam satu ponton akan ada empat sampai enam bandul. Namun semua itu tergantung berapa panjang gelombang laut yang ada dan berapa tinggi gelombang tersebut. Daya listrik yang bisa dihasilkan berkisar 100-300 kilowatt untuk satu ponton.  

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi juga telah mengembangkan pembangkit ini di Pantai Parangracuk, Baron, Yogyakarta. Melalui alat tersebut, didapat daya listrik 522 kilowatt. Sebelumnya, di Pantai Tanjung Karang, Mataram, mahasiswa lulusan universitas di Makassar dan Malang berhasil membuat pembangkit yang sama. Di Surabaya, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember sukses meningkatkan daya listrik hingga 90 persen dengan memanfaatkan energi gelombang laut. Namun cara kerja pembangkit yang digunakan berbeda satu dengan yang lain.  

Di luar negeri, pemanfaatan gelombang laut sebagai pembangkit tenaga listrik sudah mencapai tahap komersialisasi. Australia, Skotlandia, Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Belanda merupakan contoh negara yang serius mengembangkan teknologi konversi gelombang laut ini. Bedanya, di sana, kebanyakan pembangkit listrik ditanamkan di dalam laut. Pembangkit temuan Zamrisyaf berada di atas permukaan laut sehingga tak ada peralatan yang bersentuhan dengan air laut secara langsung, kecuali ponton. Dengan begitu, alat ini mudah dipindahtempatkan. 

Meski begitu, karya Zamrisyaf bukan tanpa cacat. Peralatan yang digunakan mudah mengalami korosi air laut. Pembangkit yang tahun lalu dipasang di Pantai Ulak Karang terpaksa dibongkar enam bulan kemudian karena faktor korosi.  Panjang pantai Indonesia kurang-lebih 81 juta kilometer. Bila 10 persen saja pesisir pantai dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, akan dihasilkan kurang-lebih 16 gigawatt (bila dihitung 20 kilowatt per meter gelombang). Sumatera Barat memiliki panjang pantai 375 kilometer. Jika 10 persen dimanfaatkan untuk energi gelombang laut, itu berarti dapat menghasilkan listrik setara dengan 750 megawatt. "Kalau digunakan, tak akan ada pemadaman bergilir lagi," ujar Zamrisyaf. 



3.      Kesimpulan

Semakin pesatnya perkembangan zaman maka semakin besar pula kebutuhan manusia akan sumber daya energi guna memenuhi semua hal dalam kehidupan. Namun semua itu didukung oleh perkembangan teknologi yang juga semakin pesat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia, ditambah semakin banyak ditemukan sumber daya energi baru selain sumber daya energi fosil seperti, batubara, minyak bumi, gas, dan lain sebagainya.

Dengan ditemukannya sumber daya enegi baru yang dapat diperbarui, seperti memanfaatkan energi gelombang laut atau ombak diharapkan mampu menambah dan memberi kemudahan dalam kehidupan sehari-hari.

Semua yang ada di alam ini tidak diciptakan dengan sia-sia, ini semua tergantung kepada manusia yang harus bisa mengolah menjadi sesuatu yang bermanfaat tanpa melakukan eksploitasi yang berlebihan yang malah akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup umat manusia.































DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar