KRISIS KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
|
PROGRAM STUDI
TEKNIK LISTRIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2013
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
…………………………………………………………………………… 3
1.1 Latar belakang masalah ……………………………………………………………… 3
Bab II Kajian Pustaka
………………………………………………………………………... 5
2.2 Landasan teori ………………………………………………………………………… 5
Bab III Pembahasan
………………………..………………………………………………… 6
3.1 Kondisi Kelistrikan Di
Indonesia .............………………………………….….……
6
3.2 Krisis Energi Yang Terjadi Di
Indonesia …………………………………..……… 12
3.3 Beberapa Daerah yang
mengalami krisis ketenagalistrikan ………………..……
14
3.4 Solusi Dari krisis ketenagalistrikan yang terjadi ……………………………..…... 19
Bab IV Penutup
………………………………………………………………………………. 23
4.1 Kesimpulan
………………………………………………………………………….. 23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Warga negara Indonesia menganggap bahwa listrik merupakan kebutuhan
vital bagi kehidupannya sehari-hari. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia
tidak dapat terlepas dari listrik. Bahkan di desa terpencil sekalipun saat ini
sudah dapat menikmati fasilitas listrik. Namun kini, Indonesia sedang mengalami
krisis listrik. Listrik menjadi sesuatu yang mahal dan langka disebabkan
ketersediaannya yang sangat terbatas. Salah satu faktor yang menjadi pemicu
kelangkaan listrik ini adalah pertumbuhan akan kebutuhan tenaga listrik yang
semakin meningkat sementara tidak diimbangi oleh usaha penyediaan tenaga
listrik yang memadai. PT.
Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang memiliki kewajiban untuk menyediakan kebutuhan listrik
di Indonesia. Namun faktanya, masih banyak kasus di mana mereka malah justru
merugikan masyarakat. Di satu sisi kegiatan monopoli mereka dimaksudkan untuk
kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai
UUD 1945 Pasal 33, namun di sisi lain, tindakan PT. PLN ini justru belum atau
bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik
masyarakat.
Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN)
memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk
Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh
pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali
sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan
bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman
dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan
pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di
pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat
yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar
minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang. Minimnya pasokan listrik
sebagian besar dipicu stagnasi produksi PLN. PLN sebagai pemasok 90% kebutuhan
listrik nasional sulit meningkatkan produksi karena minimnya keuangan
perusahaan sehingga sulit diharapkan dapat melakukan ekspansi. Produksi PLN
yang sudah ada juga tidak optimal dan mahal karena sebagian besar pembangkit
sudah tua, boros bahan bakar, kekurangan pasokan energi primer, dan sering
mengalami kerusakan. PLN juga dikenal tidak efisien, seperti susut daya listrik
yang besar, mahalnya harga pembelian listrik swasta, tingginya kasus pencurian
listrih hingga korupsi. Stagnasi ini juga dipicu oleh pembangunan listrik yang
tidak bervisi ke depan akibat subsidi BBM regresif membuat sebagian besar
pembangkit PLN adalah pembangkit termal yang kini kian mahal. Selain mahal,
konversi energi bahan bakar fosil menjadi listrik juga sangat tidak efisien
(hanya sekitar 30%) dan tidak ramah lingkungan.
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut
:
1. Apa itu
krisis ketenagalistrikan ?
2. Apa
penyebab terjadinya krisis ketenagalistrikan ?
3. Apa
dampak yang ditimbulkan oleh adanya krisis ketenagalistrikan ?
4. Bagaimana
solusi krisis ketenagalistrikan?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu krisis
ketenagalistrikan
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya krisis ketenagalistrikan
3. Untuk mengetahui dampak apa yang ditimbulkan
oleh adanya krisis ketenagalistrikan
4. Untuk mengetahui cara menanggulangi krisis
ketenagalistrikan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan
Teori
Krisis ketenagalistrikan
di Indonesia sebagai akibat semakin
menipisnya cadangan bahan bakar minyak khususnya dari bahan bakar fosil
yang tidak dapat diperbaharui telah menuntut Indonesia untuk mencari sumber
bahan bakar alternatif yang bersifat dapat diperbarui (Sardjono 2006). Energi
listrik merupakan kebutuhan primer yang vital untuk pembangunan ekonomi dan
pembangunan sosial. Ketersediaan tenaga listrik yang mencukupi, andal, aman,
dengan harga yang terjangkau merupakan faktor penting dalam rangka menggerakkan
perekonomian yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.
Berdasarkan data historis, mulai pada tahun 2005, konsumsi energi final di
sektor ketenagalistrikan mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan
rata-rata sebesar 7% per tahun. Dari total konsumsi energi final
tersebut,sebagian besar disuplai dari pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan energi fosil yang merupkan energi tak terbarukan sebagai bahan
bakar. Sebaliknya dalam kurun waktu yang sama pemanfaatan energi
terbarukan belum optimal disebabkan energi terbarukan belum kompetitif
dibanding dengan energi konvensional minyak bumi dan gas alam. Bahan Bakar
Minyak merupakan faktor penting dalam melakukan kegiatan atau aktivitas baik
perorangan maupun industri. Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran
energi yang didorong pesatnya laju pertambahan penduduk dan pesatnya
industrialisasi dunia, mengakibatkan tersedotnya cadangan energi, khususnya
energi fosil yang merupakan sumber energi utama dunia. Padahal cepat atau
lambat sumber energi ini akan habis. Hal ini menyebabkan krisis Bahan Bakar
Minyak.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Kondisi kelistrikan di Indonesia
Pertumbuhan ekonomi dan jumlah
penduduk suatu negara tentu saja sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan energi
listriknya. Di Indonesia khususnya, masalah kelistrikan timbul akibat kebutuhan
energi listrik yang meningkat lebih pesat dibandingkan kemampuan PT. PLN
(Persero) untuk memenuhi pasokan listrik yang dibutuhkan. Akibatnya,
terjadi pemadaman bergilir dimana-mana dan masih terdapat beberapa daerah di
Indonesia yang belum mendapatkan kesempatan untuk dialiri listrik. Banyak
perhatian di curahkan publik untuk mengetahui permasalahan kelistrikan nasional
kita. Dengan berusaha untuk memberikan 1 saja jawaban dari 100 pertanyaan kecil
diharapkan dapat menjawab sebuah pertanyaan besar.
1. Kapasitas Terpasang
Sampai
akhir tahun 2008 total kapasitas pembangkit terpasang di seluruh Indonesia
mencapai 29.373 MW yang terdiri dari pembangkit milik PLN sebesar 24.763 MW
serta pembangkit milik swasta atau IPP (Independent Power Producer) sebesar
4.610 MW. Sumatera 4.179 MW, Jawa-Bali 22.406 MW, Kalimantan 1.036 MW, Sulawesi
1.123 MW, Nusa Tenggara 300 MW dan Maluku dan Papua 330 MW. Untuk keterangan
lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel
1. Kapasitas
Pembangkit Terpasang Tahun 2008
Dari keterangan tabel 1 dapat
disimpulkan bahwa, kemampuan negara kita untuk memenuhi kebutuhan listrik
masyarakatnya sangatlah rendah. Apabila kapasitas pembangkit
terpasang tiap daerah dibagi dengan jumlah penduduknya, maka dapat
disimpulkan bahwa kebutuhan listrik penduduk Indonesia yang dapat dipenuhi saat
ini rata-rata hanya sebesar 60 watt saja. Tentu saja kondisi ini sangat tidak
kondusif apabila ingin mengembangkan infrastruktur dan meratakan pembangunan di
Indonesia.
2. Rasio Elektrifikasi Nasional
Rasio elektrifikasi adalah tingkat
perbandingan jumlah penduduk suatu negara yang menikmati listrik dengan jumlah
total penduduk di negara tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, rasio
elektrisifikasi nasional telah meningkat dari 59% menjadi 65% atau sekitar 1,5%
per tahun. Peningkatan rasio elektrifikasi tersebut dilakukan melalui sambungan
baru pelanggan PLN dan pemanfaatan energi setempat (PLTMH, PLTB, PLTS Terpusat
dan PLTS Tersebar yang khusus diperuntukkan bagi daerah-daerah
terpencil). Gambar 1 menunjukan tentang kondisi rasio
elektrifikasi Indonesia sampai dengan tahun 2009 (65%). Dari tahun 2000-2008
seperti ditunjukan pada Gambar 2, laju pertumbuhan pemasangan baru
dan penambahan daya mencapai lebih dari dua kali lipat laju pertumbuhan
kapasitas terpasang.
Gambar 1. Rasio
Elektrifikasi Nasional 2009 per Propinsi
Gambar 2. Perkembangan
Daya Mampu vs Beban Puncak
Gambar 3. Kondisi
Sistem Kelistrikan Nasional
3.
Tarif Dasar Listrik
Tarif dasar listrik atau biasa disingkat TDL, adalah
tarif yang boleh dikenakan oleh pemerintah untuk para pelanggan PLN. Saat ini
TDL rata-rata adalah USD 0,065 /kWh. Pada awal 2008, tarif nonsubsidi pelanggan
6.600 VA ke atas sekitar Rp 1.122 per kilowatt-hour (kWh), sedang tarif subsidi
sekitar Rp 656 per kWh.
Mulai 1 Juli 2010, pemerintah
memutuskan menaikkan TDL rata-rata 10%. Hal ini didasarkan pada Pasal 8 UU No.2
Tahun 2010, untuk menutupi kekurangan subsidi sebesar Rp4,8 triliun karena
alokasi anggaran subsidi listrik ditetapkan Rp.55,1 triliun. Tetapi untuk TDL
450-900 VA, DPR memutuskan tidak ada kenaikan.
Seperti
yang kita lihat pada gambar dibawah ini, menurut data dari PT. PLN, berdasarkan
aturan pemerintah tentang biaya operasi dan subsidi tahun 2009, besarnya
subsidi listrik dari pemerintah adalah sebesar ~40% dari biaya operasi.
Gambar
4. TDL
2009
4. Harga
Jual Listrik Rata-rata Rumah Tangga Negara Asia Tenggara
Tahun
2009 pemerintah mengucurkan subsidi Rp 55,1 triliun. Subsidi tersebut
diterangkan lebih rinci pada data pelanggan utama PT.PLN dibawah ini.
Rumah Tangga Pelanggan Utama
Dari total 40,2 juta pelanggan,
rumah tangga merupakan pelanggan utama PLN. Sebagian besar pelanggan 450 watt.
Pelanggan rumah tangga
·
Rumah tangga kaya (> 6.600 watt): 96,5 ribu
·
Rumah tangga (2.200-6.600 watt): 489,5 ribu
·
Menengah (2.200 watt): 1,234 juta
·
Menengah (1.300 watt): 3,461 juta
·
Sedang (900 watt): 12,556 juta
·
Kecil (450 watt): 19,277 juta
·
Bisnis: 1,755 juta
·
Industri: 47,8 juta
·
Lainnya (pemerintah dan sosial): 1,256 juta
Jumlah pelanggan PLN : 40,2 juta pelanggan
Penduduk yang belum terlayani
listrik :18,9
juta kepala keluarga
TDL
di Indonesia adalah yang termurah apabila dibandingkan dengan enam negara Asean
lainnya. Berdasar data Kementerian ESDM, TDL rumah tangga di Indonesia rata-rata
berkisar Rp 518 per kWh. Bandingkan dengan negara tetangga lainnya yang bila
dikonversi ke nilai Rupiah seperti Thailand sebesar Rp 782 per kWh, Malaysia Rp
829 per kWh, Vietnam Rp 848 per kWh. Tarif listrik rumah tangga di Philipina
dan Singapura bahkan berada di atas Rp. 1400/kWh. Sedangkan untuk tarif
industri, tarif di Indonesia juga termasuk yang termurah di ASEAN setelah
Vietnam.
Gambar
5. TDL
PLN Komparasi dengan Negara Tetangga
5. Peta Proyek Percepatan
5. 1 Peta Proyek Percepatan 10.000
MW Tahap 1
Gambar
6. Peta
Proyek Percepatan 10.000 MW Tahap 1
5.2 Peta Proyek
Percepatan 10.000 MW Tahap 2
Gambar
7. Peta
Proyek Percepatan Tahap 2
3.2
Krisis Energi yang Terjadi di
Indonesia
Menurut Outlook Energi Nasional 2011, dalam kurun waktu 2000-2009
konsumsi energi Indonesia meningkat dari 709,1 juta SBM (Setara Barel
Minyak/BOE) ke 865,4 juta SBM. Atau meningkat rata-rata sebesar 2,2 % pertahun.
Konsumsi energi ini sampai akhir tahun 2011, terbesar masih dikuasai oleh
sektor industri, dan diikuti oleh sektor rumah tangga, dan sektor transportasi.
Gambar 1 Grafik laju konsumsi energi per sector
Dari sektor ketenagalistrikan, saat ini pembangkit listrik di
Indonesia masih didominasi oleh penggunaan bahan bakar fosil, khususnya
batubara. Sedangkan daerah yang masih mengalami kekurangan daya listrik seperti
Sulawesi, Kalimantan, dan Nusa Tenggara, dan Papua pembangkit listriknya masih
menggunakan BBM, yang dalam komponen biaya pembangkitan masih merupakan
komponen terbesar.
Berikut
ini adalah ilustrasi hitungan BPP listrik yg dilakukan oleh Direktorat Jenderal
LPE ESDM tahun 2010 (sudah diaudit oleh BPK) sebagai berikut :
Jenis
Pembangkitan
1. IPP Rp.
580,83 /kWh
2. PLTAir
Rp. 149,21 /kWh
3. PLTUap
Rp. 622,91 /kWh
4. PLTDiesel
Rp. 4.796,11 /kWh ß
5. PLTGas
Rp. 1.642,06 /kWh ß
6. PLTPanasbumi
Rp. 776,09 /kWh
7. PLTGU
Rp. 813,27 /kWh
Biaya rata-rata
Rp. 817,69 /kWh
1.
Pada Transmisi HV Rp. 874,61
/kWh
2.
Pada Jaringan TM Rp. 928,95
/kWh
3.
Pada Jaringan TR Rp. 1.074,48
/kWh
4.
BPP rata-rata Rp. 1.008,29 /kWh
( th.2010 )
Saat ini, selain
meningkatkan rasio elektrifikasi Indonesia, pengurangan pemakaian BBM
untuk pembangkitan listrik juga menjadi tujuan utama pemerintah. Dari tabel 1
dibawah ini terlihat bahwa dari tahun 2008-2009 pemerintah berusaha mengurangi
pemakaian BBM dengan cara mempercepat pembangunan PLTU batubara dan gas bumi.
Saat ini pemerintah juga sudah melarang direktur utama PT. PLN untuk membangun
pembangkit listrik berbahan bakar BBM lagi di seluruh wilayah Indonesia.
Tabel 1 Pemakaian bahan bakar pembangkit listrik PLN
3.2 Beberapa Daerah yang mengalami krisis
ketenagalistrikan
Sistem
kelistrikan Indonesia diluar sistem Jawa – Bali dan Madura yang
terinterkoneksi, sebagian besar merupakan sistem kelistrikan yang relatif belum
berkembang. dimana satu sama lainnya masih terisolasi. Sistem masih terdiri
dari sub-sistem dan sub-sistem kecil yang masing-masing terpisah satu sama lain
dan masih terdapat di daerah-daerah terpencil yang terisolasi. Berikut adalah
kondisi kelistrikan di setiap wilayah di Indonesia per tahun 2004 :
Nanggroe
Aceh Darussalam (NAD)
Kondisi kelistrikan di NAD terdiri dari beberapa sistem
kelistrikan dengan beban puncak mencapai 192 MW. Beberapa sistem sudah
terintegrasi dengan Sumatra Utara melalui jaringan 150 kV dan telah menyalurkan
daya kurang lebih 94 MW. Pemanfaatan PLTD masih digunakan di berbagai daerah
tersebar di NAD terutama bagi daerah yang belum terhubung dengan jaringan. Desa
terlistriki untuk wilayah NAD sudah mencapai 94% dengan rasio elektrifikasi
sebesar 67%.
Sumatra
Utara
Pertumbuhan infrastruktur tenaga
listrik di Sumatra Utara diperkirakan masih tinggi yaitu sebesar 7,7% pertahun.
Tingkat permintaan energi listrik di Sumatra Utara adalah yang terbesar di
Pulau Sumatra saat ini, namun rasio elektrifikasinya masih rendah, baru
mencapai 69%. Tarif listrik di Sumatra Utara belum mencapai tingkat
keekonomiannya. Saat ini adanya wacana untuk memberlakukan tarif regional dan
sedang dibahas dengan DPRD setempat.
Sumatra
Barat
Desa berlistrik sudah mencapai 90%
sedangkan rasio elektrifikasinya baru mencapai 60%. Sistem kelistrikan Sumatra
Barat sudah terintegrasi dengan sistem kelistrikan di Riau, namun masih
terdapat tiga sistem yang terisolasi karena terkendala masalah kondisi
geografisnya. Daya terpasang saat ini sebesar 675 MW dengan kemampuan suplai
energi listrik sebesar 605 MW, sedangkan beban puncak mencapai 486 MW.
Riau
Tenaga listrik di Riau tidak hanya disuplai oleh PT. PLN namun
juga terdapat captive power dengan total kapasitas terpasang sekitar 2.135 MW
yang terdiri dari PLTU 855 MW, 690 MW, dan PLTD sebesar 590 MW. Jumlah desa
terlistriki baru sebesar 50% dengan rasio elektrifikasi sebesar 38%. Sebagian
besar kelistrikan Riau sudah terhubung dengan Sumatra Barat. Kondisi geografis
Riau terdiri dari kepulauan sehingga penyediaan energi listrik untuk konsumen
disuplai melalui beberapa sistem kecil yang terisolasi. Beban puncak mencapai
300 MW terdiri pada sistem integrasi mencapai 168 MW dan sistem terisolasi
sebesar 132 MW. Riau menerima pasokan dari Sumatra Barat sebesar 20 MW sampai
dengan 50 MW.
Jambi
Penduduk Jambi mencapai 2,4 juta jiwa
dan yang memperoleh aliran listrik dari PT. PLN (Persero) hanya mencapai 37%
dengan total pelanggan 219 ribu. Sistem kelistrikan di Propinsi Jambi sudah
terintegrasi dengan Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu. Disamping itu masih
terdapat kebutuhan tenaga listrik di Propinsi Jambi yang disuplai dengan sistem
yang terisolasi. Beban Puncak untuk sistem integrasi di Jambi mencapai 60 MW
dan sistem yang terisolasi dengan perkiraan beban puncak 28 MW dengan total
konsumsi listrik mencapai 497 GWH. Kapasitas terpasang sistem terisolasi
mencapai 147 MW yang disuplai dengan PLTD. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga
listrik di Propinsi Jambi juga disuplai dengan captive power yang diperkirakan
mencapai 280 MVA, yang terdiri dari pembangkit utama sebesar 225 MVA dan 55 MVA
sebagai cadangan. Sesuai kebijakan Pemerintah Daerah dan rencana tata ruang daerah
telah diperuntukan beberapa daerah sesuai keperluannya seperti daerah
pariwisata terdapat di Jambi Bagian Barat, lahan pertanian, perkebunan dan
kehutanan diperuntukan di Propinsi Jambi Bagian Tengah, Jambi Bagian Timur akan
dikembangkan menjadi daerah kawasan industri.
Sumatra
Selatan
Sistem kelistrikan di Propinsi Sumatera Selatan sudah
terintegrasi dengan Propinsi Jambi dan Bengkulu. Sebagian kecil kebutuhan
tenaga listrik disuplai dengan sistem yang terisolasi berkisar 47 GWH atau
dengan beban puncak 13 MW. Beban Puncak yang dicapai untuk sistem integrasi di
Sumatera Selatan mencapai 285 MW dengan konsumsi listrik mencapai 1500 GWH.
Kapasitas terpasang sistem terisolasi hanya mencapai 22 MW yang disuplai dengan
PLTD. Disamping listrik dari PT PLN (Persero) juga terdapat captive power yang
diperkirakan mencapai 816 MVA, yang terdiri dari pembangkit utama sebesar 610
MVA dan 206 MVA sebagai cadangan.
Bengkulu
Beban puncak di Propinsi Bengkulu mencapai 48 MW dan
sebagian besar sudah terintegrasi dengan total konsumsi listrik 225 GWH. Khusus
untuk remote area dan listrik perdesaan masih disuplai sistem yang terisolasi
dengan beban puncak 7 MW dan konsumsi 23 GWH. Kapasitas terpasang untuk area
yang terisolasi diperkirakan sebesar 20 MW yang disuplai melalui PLTD dan 1,7
MW melalui PLTM. Rasio elektrifikasi Propinsi Bengkulu telah mencapai 50% lebih
tinggi dibandingkan dengan Propinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Melalui Renstra
Pemerintah Daerah Propinsi Bengkulu, seluruh desa diharapkan sudah dapat menikmati
aliran listrik dengan mengupayakan masuknya listrik pada daerah yang sulit
dijangkau dengan pemanfaatan energi setempat seperti PLTMH dan PLTS.
Lampung
Propinsi Lampung terdiri dari 1.940 desa, dan yang belum
mendapat aliran listrik sebanyak 690 desa atau terdapat 35% desa yang belum
berlistrik. Kapasitas terpasang terdiri dari PLTD dan PLTA dengan daya
terpasang 230 MW dan daya mampu mencapai 139 MW sedangkan beban puncak mencapai
290 MW. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik 30% dari kebutuhan yang ada
telah disuplai dari sistem pembangkit Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).
Selain penyediaan tenaga listrik yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) terdapat
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri (captive power) sebagai penggunaan
utama maupun cadangan.
Bangka
Belitung
Jumlah penduduk Propinsi Kepulauan Bangka Belitung 0,9 juta
jiwa dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,4% per tahun dengan komoditi strategis
pariwisata, pertanian, kelautan dan industri. Kondisi kelistrikan disuplai oleh
PT PLN (Persero) dan pihak swasta untuk pemakaiannya sendiri dari PT Timah Tbk,
dan PT Koba Tin. Melalui PT PLN (Persero) Propinsi Kepulauan Bangka dan
Belitung memiliki daya mampu sebesar 31 MW dan beban puncak mencapai 31 MW.
Penambahan daya dalam waktu dekat sangat diperlukan. Rasio elektrifikasi sudah
mencapai 62% dari 185 desa, sedangkan desa yang belum berlistrik berjumlah 84
desa. Pemerintah Daerah sangat mendorong pencapaian diversifikasi energi.
Dengan adanya PLTU batubara skala kecil memungkinkan penganekaragaman sumber
energi untuk pembangkit tenaga listrik dan dapat mensubstitusi pemakaian BBM.
Pemerintah Daerah juga sedang merumuskan tarif listrik regional.
Gambar
1
Jaringan Transmisi Pulau Sumatra
Batam
Kelistrikan
di Batam disuplai oleh PT. Batamindo yang melistriki industri dan PT. PLN
Batam. Kapasitas pembangkit PLN termasuk sewa adalah 195 MW sedangkan Non-PLN
150 MW. Kelistrikan yang disuplai oleh PLN Batam selama sepuluh tahun yang lalu
tumbuh rata-rata 20 % per tahun. Produksi dan penjualan tenaga listrik sampai
Desember 2003 berturut-turut adalah 725 GWh dan 656 GWh yang melayani konsumen
rumah tangga 31%, komersial 46%, industri 14% dan publik dan lainnya adalah 9%.
Penanganan losses jaringan telah berhasil dicapai dengan baik yang turun dari
35% sepuluh tahun yang lalu menjadi 9,5% saat ini. Beban puncak mencapai 117 MW
dan daya mampu dari total kapasitas 195 MW adalah 156 MW. Untuk menyalurkan
tenaga listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen telah ada jaringan
transmisi 150 KV sepanjang 25 kms dengan gardu induk kapasitas 180 MVA.
Gambar
2
Jaringan Transmisi Pulau Batam
3.4 Solusi dari krisis ketenagalistrikan yang
terjadi
4.1 Menghemat Energi dalam Menggumakan Energi
Listrik
Di era modern ini, semua orang mengetahui bahwa dengan menggunakan
energi listrik kita bisa menghasilkan berbagai macam bentuk energi. Kemajuan
teknologi membuat beberapa peralatan listrik menjadi lebih efektif dan efisien.
Indonesia kaya akan sumber energi, namun kapasitas listrik terpasangnya sangatlah
rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Padahal Indonesia adalah
negara dengan jumlah penduduk peringkat ke-4 terbanyak di dunia. Inilah
penyebab utama Indonesia menjadi negara yang boros akan penggunaan energi.
Gambar 2 Konsumsi energi listrik dan kapasitas terpasang di setiap negara
4.2 Laju Pembangunan Pembangkit tenaga listrik
Dalam kurun waktu 2000-2009, Indonesia telah membangun pembangkit
listrik dengan laju pertumbuhan sebesar 2,4% pertahun. Selama kurun waktu tersebut,
PLTU Batubara dan PLTGU mendom inasi kapasitas pembangkit listrik nasional
dengan pangsa sebesar 33% dan 30%. Selama 9 tahun tersebut PLTA, PLTP, dan PLTD
juga berkembang dengan laju pertumbuhan berturut turut sebesar 1,7%, 1,6% dan
1,7%. PLTG mengalami perkembangan yang cukup signifikan dengan laju pertumbuhan
sebesar 8,8%.
Tabel 2 Laju peningkatan kapasitas pembangkit listrik PLN dan IPP
Menurut Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasioanl (RUKN) 2010-2030,
dalam kurun 20 tahun ke depan Indonesia memerlukan tambahan tenaga listrik
kumulatif sebesar 172 GW. Dari jumlah itu, 82% (sekitar 142 GW) diantaranya
adalah untuk memenuhi kebutuhan Jawa-Madura-Bali (JAMALI). Tambahan
kapasitas PLTU Batubara mencapai pangsa sekitar 79% atau mendominasi dengan total
penambahan kapasitas sebesar 116,4 GW. Tambahan kapasitas pembangkit listrik
tenaga air (PLTA) selama kurun waktu tersebut adalah sebesar 3,8 GW.
Gambar 3 Rencana tambahan kapasitas pembangkit listrik Indonesia dalam
rentang waktu 2010-2030
4.3 Tujuan Utama : Mengurangi Subsidi
Pemerintah
Permasalahan di bidang energi muncul saat
kita mulai membicarakan subsidi BBM dari pemerintah. Indonesia mengalami
kerugian berlipat-lipat dari program subsidi BBM untuk sarana transportasi
saja, antara lain : (1) Devisa negara melayang dipakai untuk membeli minyak (2)
Devisa negara melayang dipakai untuk subsidi BBM (3) BBM yang bersubsidi hanya
dipakai oleh golongan menengah ke atas untuk menghadapi kemacetan di
jalan raya perkotaan.
Oleh karena itu, untuk pembangkitan listrik Indonesia harus mampu
mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit listrik berbahan bakar BBM.
Sebagai contoh untuk memenuhi kebutuhan listrik di Wamena, pemerintah
mengangkut solar menuju pembangkit listrik dengan menggunakan pesawat udara.
Harga solar yang seharusnya Rp. 6.000/liter itu, harganya membengkak menjadi
16.000/liter. Atau dengan kata lain, biaya pengiriman solar ke Wamena tiap
bulan saja menghabiskan biaya rata-rata sebesar RP. 1.132.362.000,00. Bayangkan
jika uang sebesar itu digunakan untuk membangun infrastruktur di Wamena. Untuk
sekedar diketahui bahwa dalam kurun waktu 2004-2010 rata-rata subsidi BBM
Indonesia adalah sebesar 90 trilyun rupiah. Sedangkan subsidi listrik terus
meningkat dari tahun ke tahun mencapai sekitar 20 kali lipat dari tahun 2004.
Gambar 4 Besarnya subsidi BBM dan listrik setiap tahun
Selain itu hampir setiap tahunnya subsidi BBM menunjukan suatu pola
bahwa realisasinya selalu lebih tinggi dari perhitungan anggaran yang sudah
direncanakan di APBN. Hal ini menunjukkan bahwa masih lemahnya mekanisme dalam
perhitungan dan monitoring subsidi BBM maupun listrik. Subsidi yang
dialokasikan sebenarnya masih belum tepat jumlah dan tepat sasaran.
Jika kebijakan subsidi terus diterapkan, dan masyarakat masih saja
boros menggunakan BBM dan listrik sesuai pola yang ada sekarang hingga tahun
2030, maka secara kumulatif diperlukan dana subsidi sebesar 3000 trilyun Rupiah
(undiscounted cost)
Gambar 5 Subsidi BBM dan listrik dalam APBN dan realisasinya setiap tahun
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
a. Krisis energi adalah kekurangan
(atau peningkatan harga) dalam persediaan sumber daya energi ke ekonomi. Krisis ini biasanya menunjuk
ke kekurangan minyak bumi, listrik, atau sumber daya alam lainnya.
b. Penyebab terjadinya krisis energi
adalah hilangnya keseimbangan antara alam dan manusia (disharmoni kosmos),
keserakahan yang tak kunjung usai, penyalahgunaan pemakaian energi, dan
pemborosan energi listrik.
c. Krisis energi dapat berdampak pada
kenaikan biaya produksi listrik, yang menyebabkan naiknya biaya produksi. Bagi
para konsumen, harga BBM untuk mobil dan kendaraan lainnya
meningkat, menyebabkan pengurangan keyakinan dan pengeluaran konsumen.
d. Cara penanggulangan krisis energi
antara lain : Mengurangi ketergantungan kita pada minyak, Menciptakan energi
mix yang terdiversifikasi melalui energi terbarukan, Beban subsidi bahan bakar
harus dikurangi untuk membebaskan pendanaan penting, dan Mencari energi
alternatif.
e.
Proyek percepatan pembangunan
pembangkit listrik di Indonesia harus didukung oleh setiap lapisan masyarakat.
Jangan ada lagi daerah yang menolak tempatnya dibangun pembangkit-pembangkit
listrik skala besar non-BBM. Sebaliknya, pemerintah daerah jangan lagi
mengijinkan pihak swasta untuk membangun proyek pembangunan pembangkit listrik
berbahan bakar BBM untuk menyelesaikan masalah krisis listrik di daerahnya.
f.
Seluruh wilayah di Indonesia
harus dapat menikmati listrik secara berkecukupan agar pertumbuhan ekonomi di
setiap daerah bisa meningkat dengan merata. Tugas selanjutnya setelah semua
daerah di Indonesia terlistriki adalah membuat sistem interkoneksi yang
menghubungkan seluruh pulau di Indonesia. Apabila percepatan pembangunan
infrastruktur kelistrikan ini berjalan dengan baik, hal ini memungkinkan kita
untuk menghemat energi nasional.
Daftar Pustaka
http://nenygory.wordpress.com/2011/05/30/kasus-monopoli-yang-dilakukan-oleh-perusahaan-listrik-negara-pt-pln/
http://indone5ia.wordpress.com/2011/05/14/kondisi-kelistrikan-indonesia/
http://indone5ia.wordpress.com/2011/12/17/kondisi-kelistrikan-di-beberapa-wilayah-di-indonesia/
http://indone5ia.wordpress.com/2012/01/04/kondisi-dan-permasalahan-energi-di-indonesia/
http://www.academia.edu/8968294/MAKALAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar