Rabu, 02 September 2015

Makalah "krisis ketenagalistrikan" 01

BAB 1
PENDAHULUAN

Listrik merupakan salah satu sumber energi fisika yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Selain memiliki nilai ekonomis, listrik juga berfungsi sosial. Jika dilihat dari proses penemuannya, listrik sebagai energi lahir untuk memudahkan problem aktifitas manusia. Listrik juga telah dianggap sebagai penggerak peradaban manusia. Sehingga sangat membantu dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Jadi, ketika sektor ini mengalami krisis, maka memiliki efek domino atas sektor lainnya.
Energi listrik sebagai material bergerak bukan hanya bersifat ilmu pengetahuan. Pengaruhnya yang telah menyentuh seluruh sendi kehidupan membuat energi ini menjadi komponen yang masuk dalam kebijakan politik. Artinya, posisi dan peran strategis ketenagalistrikan dianggap sebagai energi nasional suatu negara. Dengan demikian, sebagai energi nasional yang strategis, dalam penyelenggaraannya, juga harus hati-hati.
Akan tetapi, pengelolaan terhadap energi nasional yang strategis ini belum sepenuhnya terpenuhi. Kompleksitas yang ada dalam ketenagalistrikan menjadikan sektor ini dianggap tidak strategis bagi pembangunan nasional. Terlihat dari produktifitas Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang belum merata dalam pendistribusian atas kebutuhan energi listrik untuk seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat awam tahu benar , yang tanpa pemahaman yang ilmiah, bahwa masih banyak daerah yang tidak teraliri energi listrik untuk kebutuhan sehari-hari, pemakaian listrik secara ilegal (pencurian arus), pencurian kabel, manipulasi materan listrik, penunggakan pembayaran, serta tidak adanya kuota yang berbeda dari kebutuhan yang berbeda.
Jadi asumsi masyarakat terhadap PLN adalah kinerja yang buruk, koruptif, dan manajemen yang tidak profesional. Dari pihak PLN sendiri, yang menjadi alasan atas persoalan krisis energi listrik ini adalah alokasi anggaran yang kurang untuk semua kebutuhan produksi dan distribusi listrik sehingga solusi alternatifnya adalah perlunya pasokan dari perusahaan swasta.






BAB 2
PEMBAHASAN

Krisis terjadi ketika terjadi ketimpangan (disparitas) antara kebutuhan dengan alat pemuas kebutuhan. Semakin tingginya tingkat kebutuhan untuk konsumsi listrik di satu sisi, dan ketersediaan energi listrik yang terbatas, menjadi penyebab pokok dari krisis. Akan tetapi, perlu juga diperhatikan siapa saja subjek dominan dari konsumen listrik. Naiknya kebutuhan energi listrik bagi kelompok ekonomi menengah ke atas bisa dikatakan menjadi penyebab krisis.
Potensi terjadinya krisis listrik sudah nampak di depan mata. Tanpa adanya kesadaran bersama dari semua pihak terkait termasuk masyarakat, krisis listrik akan sulit dihindari. Salah satu hambatan yang selama ini sering dihadapi adalah terkait persoalan pembebasan lahan. Pemerintah, disatu sisi harus dapat memenuhi kebutuhan listrik untuk masyarakat. Namun di lapangan, dalam proses untuk memenuhi kebutuhan listrik tersebut sering bersinggungan juga dengan masyarakat.
Persoalan inilah yang selama ini sering menghambat, ini harus menjadi kesadaran bersama bahwa pembangunan infrastruktur listrik bukan untuk kepentingan pemerintah semata, namun untuk kepentingan masyarakat juga. Pemerintah dalam melaksanakan suatu program tentunya akan berpegang pada aturan perundang-undangan. Selama tidak melanggar aturan yang ada, seharusnya tidak perlu lagi ada hambatan di lapangan.
            Seperti halnya persoalan yang muncul di proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, muncul persoalan pembebasan lahan yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan pembangunan. Padahal, segala proses yang telah dilakukan sudah sesuai dengan peraturan Undang-undang No 22 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
            Sehingga, segala persoalan yang muncul dalam pelaksanaannya bisa didiskusikan dan segera dicarikan solusi yang menguntungkan semua pihak. Agar pelaksanaan programnya bisa segera diselesaikan, sehingga manfaatnya pun bisa segera dirasakan.
Masalah ketenagalistrikan di Indonesia merupakan masalah mendesak yang harus segera diatasi, yang apabila diabaikan akan berdampak kedalam seluruh sektor ekonomi. Ketidak-handalan PLN dalam menyediakan pasokan tenaga listrik akan memicu persoalan besar di masyarakat.








Langkah penyehatan PLN adalah sesuatu yang tak dapat ditawar-tawar lagi, jika kita masih menginginkan Pasal 33 UUD 1945 sebagai jiwa bisnis PLN. Penurunan Biaya Pokok Produksi (BPP) yang diikuti oleh pengurangan subsidi secara bertahap memerlukan kebersamaan langkah dengan berbagai instansi pemerintah.

Langkah-langkah berat yang jadi PR Direksi PLN, setidak-tidaknya adalah untuk dapat menjalankan hal-hal sebagai berikut.
Jangka Pendek (kurang dari 6 bulan)
Membangun image sebagai PLN baru, yang bersih dan transparan.
Melengkapi crash-program pembangunan PLTU dengan turut memfasilitasi percepatan proses pembangunan pembangkit listrik oleh swasta, dalam rangka memenuhi kebutuhan mendesak.
Membangun kembali rasa percaya diri para karyawan maupun kelembagaan, serta mengembangkan dialog tentang masalah alternatif pengelolaan BUMN ketenagalistrikan yang berkaitan dengan isu kompetisi dan unbundling.
Membentuk tim khusus untuk segera memulai pelaksanaan proses pemenuhan kebutuhan gas. dengan target agar dalam waktu singkat pasokan gas untuk PLTGU/PLTG yang selama ini menggunakan lebih dari 7 juta kiloliter BBM dapat terpenuhi.
Melaksanakan kajian finansial untuk melaksanakan terobosan untuk optimalisasi subsidi APBN/APBD
Melaksanakan kajian terhadap struktur organisasi sesuai dengan revisi UU Kelistrikan.
Jangka Menengah (kurang dari 2 tahun)
Partisipasi aktif  PLN dalam menyusun kembali aturan-aturan yang berkaitan dengan tata niaga sumber energi primer (migas, batubara dan panas bumi).
Melanjutan implementasi crash program pembangunan pembangkit listrik yang masih mengutamakan pemanfaatan panas bumi.
Mentuntaskan perjuangan agar regulasi energi primer (batubara & gas) mendukung pemenuhan kebutuhan domestik untuk pembangkit tenaga listrik.
Melaksanakan perencanaan perobahan organisasi dan anak-anak perusahaan, agar dapat mengoptimalkan SDM dan aset perusahaan sesuai implementasi UU Ketenagalistrikan yang baru.

Kerjasama pengembangan energi alternatif (biofuel) dan pembentukan tim khusus untuk pengembangan unit usaha pembangkit listrik hybrid untuk daerah terpencil (biodiesel – surya dan angin).

Jangka Panjang
Meningkatkan efisiensi teknis maupun administratif dengan sasaran ”single-digit losses”. Target ini dapat dicapai jika PLN mampu melakukan perbaikan jaringan, pemberantasan pencurian, perbaikan sistem penerangan jalan umum dan memperbaiki sistem pembacaan dan peneraan meter.
Melakukan terobosan kebijakan finansial untuk mengurangi subsidi pemerintah kepada PLN secara bertahap, dan menggantikannya dengan pinjaman khusus dengan jaminan dan subsidi bunga dari pemerintah, sehingga kegiatan operasional PLN dapat terus terlaksana dengan resiko yang minimum.
Memberantas praktek-praktek mark-up biaya pengadaan maupun pelaksanaan pembangunan proyek-proyek melalui pengawasan prefentif dalam bentuk pre-audit terhadap seluruh rencana jangka panjang serta rancang bangun yang disiapkan. Proyek-proyek PLN tidak boleh jadi bancakan ”orang dekat pusat kekuasaan” maupun kroni pejabat PLN sendiri. Hal ini perlu digaris bawahi mengingat dimasa lalu nilai investasi selalu di ”mark up” mulai dari tahap disain sampai pengadaan barang, dan akibatnya akan menambah biaya tetap untuk produksi listrik per kWh.
Mempelopori hijrah sikap dengan merubah paradigma usaha, dari sebuah tim ”birokrat regulator” menjadi ”enterprenur profesional”. Para direksi selain memiliki kompetensi teknis juga memililiki kemampuan untuk melakukan negosiasi bisnis, serta kreatif dalam mencari pemecahan masalah yang dihadapi perusahaan.
Merampingkan struktur organisasi melalui ”re-engineering process”  agar pendayagunaan SDM lebih effektif. Selain itu perlu dilakukan pengkajian kembali mata rantai suplai produksi listrik agar dapat dilakukan outsourcing yang tepat, bukan dengan mengembang biakkan anak cucu perusahaan seperti sekarang. Harus dilakukan upaya untuk meninjau kembali keberadaan anak-anak dan cucu perusahaan, yang meskipun terlihat menguntungkan, karena sifat monopolistiknya seringkali hanya menjadi parasit yang menyerap potensi keuntungan usaha PLN.
Memberikan perhatian khusus kepada upaya-upaya untuk memperoleh sumber energi primer yang murah, melalui dukungan kepada pengembangan energi alternatif, memberikan sumbangan pikiran tentang tata niaga energi primer (batubara, gas alam dan panas bumi), agar benar-benar mengutamakan kebutuhan dalam negeri.
Mengupayakan dukungan pemerintah agar memfasilitasi pemecahan masalah-masalah finansial yang muncul karena tidak ”normal”nya kondisi PLN sebagai suatu business entity dalam memperoleh pendanaan atas proyek-proyek pengembangan infra strukturnya.
Melakukan kajian ulang yang lebih komprehensif terhadap karakter beban di pulau Jawa, dan terhadap keandalan sistem yang digunakan sekarang dengan mempertimbangkan seluruh variabel-variabel ekonomi yang relevan.


















BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan yang penulis dapatkan adalah penyelesaian masalah dari ketenagalistrikan yang masih belum dilaksanakan secara langsung atau bertahap. Saran dari penulis adalah laksanakan penyelesaian masalah krisis ketenagalistrikan secara bertahap secara tepat dan cepat.




















Daftar Pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar